Oleh : Herri Santoso, S.Pi

Penggerak Swadaya Masyarakat pada BBPPMD Jakarta,

BPSDM, Kementerian Desa PDTT

Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keberagaman karakteristik dan jenis Desa, atau yang disebut dengan nama lain, tidak menjadi penghalang bagi para pendiri bangsa (founding fathers) ini untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Meskipun disadari bahwa dalam suatu negara kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.

Dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 

Dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai Desa tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 74.000 (tujuh puluh empat ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu, pelaksanaan pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal usul, terutama menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.

Kelahiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa mempertimbangkan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pertimbangan lainnya adalah bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur daan sejahtera.

Dalam pembangunan Desa, Desa memiliki kewenangan Desa yang meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.

Kewenangan Desa meliputi:

a)  Kewenangan berdasarkan hak asal usul;

b)  Kewenangan lokal berskala Desa;

c)   Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan

d)  Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, serta Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi meneguhkan adanya kehadiran Negara khusus di desa. Kehadiran negara di desa ditunjukkan dengan adanya pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dalam pembangunan desa dan kawasan perdesaan, serta desa saat ini menjadi subyek pembangunan dengan memiliki sumber pendapatan Desa yaitu:

a)  Pendapatan Asli Desa;

b)  Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

c)   Bagian dari Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;

d)  Alokasi Dana Desa;

e)  Bantuan Keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten;

f)    Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat;

g)  Lain-lain pendapatan Desa yang sah;

Pada tahun 2005 jumlah desa di Indonesia tercatat berjumlah 61.409 desa kemudian meningkat menjadi 74.754 desa pada tahun 2015. Kemudian pada tahun 2019 jumlah desa meningkat menjadi 74.954 desa. Kini pada tahun 2021 terdapat 74.957 desa. Diantara statusnya adalah, Status Mandiri 3.269 Desa, Maju 15.321 Desa, Berkembang 38.083 Desa, Tertinggal 12.635 Desa dan Sangat Tertinggal 5.649 Desa. Meningkatnya jumlah desa tersebut berimplikasi pada perlunya peningkatan kesejahteraan masyarakat di perdesaan. Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan perdesaan merupakan hal yang sangat penting sebagai dasar pembangunan daerah, pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan antar wilayah di Indonesia.

 

Tinjauan Pustaka

 

Budi Harsono, S. 2015. Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah untuk Meningkatkan Daya Saing Daerah. The Region Branding Institute. Bogor.

Saleh, Harry Heriawan. 2015. Menjalin Desa Kota Upaya Membangun Indonesia. Jakarta: Tempo Inti Media.

Sudjatmiko, B. 2015. Sejarah Desa dan Perkembangannya. Bahan paparan pada lokakarya Membedah Konsep Tipologi Desa Menuju Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta 13 Juli 2015.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. 2014. Jakarta.