Oleh : Aria Bantar Dinarwan, SP., MA (PSM Ahli Madya)


Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) adalah jabatan fungsional tertentu yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 58 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 28 Tahun 2018. Tugas pokok Penggerak Swadaya Masyarakat adalah melaksanakan kegiatan swadaya masyarakat yang meliputi persiapan penggerakan, publikasi program, penggerakan masyarakat dan evaluasi penggerakan masyarakat.

Seiring dengan perkembangan, maka peran dan fungsi serta tugas dari seorang pejabat fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat menjadi lebih luas yaitu sebagai pejabat yang melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mencapai kemandirian dan berkelanjutan masyarakat desa, daerah tertinggal dan transmigrasi. Peran dari pejabat fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat dalam rangka melakukan penggerakan masyarakat desa sangat strategis dalam rangka menciptakan kader masyarakat dan menciptakan desa yang mandiri.

Salah satu tujuan dibuatnya UU Desa adalah untuk mewujudkan pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggungjawab, dan juga untuk mendorong munculnya prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat, guna mengembangkan potensi dan aset desa, untuk tujuan mewujudkan kesejahteraan bersama. Pasca pandemic covid 19, Walaupun mengalami penurunan, namun kemiskinan di desa masih tinggi yaitu sebesar 12,29%, berdasarkan data BPS 2022; Selain itu, angka stunting juga masih tinggi yaitu 24,4%, sedangkan target yang harus dicapai pada tahun 2024 sebesar 14%, SSGI 2021; Pembangunan desa telah mengalami perkembangan positif dan signifikan, namun masih terdapat desa tertinggal 9.584 Desa dan desa sangat tertinggal 4.982 Desa, KemendesPDTT 2022. Disini tampak bahwa peran Penggerak Swadaya Masyarakat sebagai tenaga penggerak pemberdayaan dan kemandirian desa sangat diperlukan.  

Keterlibatan Penggerak Swadaya Masyarakat dalam pembangunan desa dan kawasan perdesaan ditujukan untuk membantu meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia masyarakat di perdesaan khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya desa. Kehadiran Penggerak Swadaya Masyarakat dalam fasilitasi dan pendampingan dalam penerapan otonomi desa dan pemberdayaan masyarakat adalah memfasilitasi masyarakat agar mampu secara ekonomi, memiliki akses untuk memperoleh berbagai pelayanan dalam peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam mengembangkan usaha ekonomi produktif untuk meningkatkan pendapatannya, tersedianya berbagai informasi dan teknologi tepat guna yang dibutuhkan masyarakat, serta kesadaran masyarakat dalam perannya di dalam pembangunan Desa dengan mendayagunakan potensi yang ada/dimiliki.

Jumlah pejabat fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi selama kurun waktu 5 tahun ini (tahun 2017 s/d tahun 2023). Dari semula di akhir tahun 2017 jumlah fungsional PSM di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebanyak ± 300 orang, di tahun 2023 ini meningkat menjadi 2.797 orang yang terdistribusi tidak hanya di Kementerian Desa PDTT melainkan juga tersebar di Kementerian lain dan Pemerintah Daerah (Dinas di Kabupaten/Provinsi). Hal ini merupakan imbas dari program inpassing dan penyetaraan pejabat struktural karena adanya perubahan struktur dan birokrasi pemerintah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari adanya peningkatan jumlah pejabat fungsional PSM adalah sebagai berikut :

  1. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebagai institusi pembina pejabat fungsional PSM, memiliki tanggungjawab untuk meningkatkan kapasitas /kompetensi, dimana penyelenggaraan diklat/bimtek bagi PSM selama ini dilaksanakan oleh Pusdiklat ASN Kemendesa, namun akibat keterbatasan anggaran kegiatan, program untuk diklat PSM dan bimtek untuk meningkatkan kapasitas/kompetensi PSM sangat terbatas/jarang.
  2. Keterbatasan anggaran kegiatan pertahun juga berimbas pada pelaksanaan kegiatan berikut :


  • Penelusuran Kebutuhan Pelatihan (TNA) dari Balai Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Jakarta serta balai-balai lain di Kementerian Desa sudah tidak dilakukan lagi. Penelusuran kebutuhan pelatihan, selain berfungsi untuk mengidentifikasi potensi dan permasalahan yang terjadi, yang kemudian dilanjutkan dengan matriks rangking masalah dan pemecahan masalah, juga dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi materi pembelajaran yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan kompetensi masyarakat dilokasi sasaran. 
  • Program pelaksanaan pelatihan cenderung berlangsung dalam jangka waktu singkat (4-5 hari) dan pelatihan dilaksanakan secara blended system (online-offline). Kegiatan pelatihan yang sangat singkat ini memacu pelatih untuk memiliki kemampuan mengidentifikasi dan memilih materi pembelajaran yang tepat, yang diperlukan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sasaran. Agar dengan waktu tersedia materi pembelajaran yang diajarkan dapat disampaikan, diterima dan dipahami oleh peserta pelatihan.
  • Pendampingan alumni, evaluasi pasca pelatihan (evaluasi terhadap alumni) dan monitoring secara online


3. Terbitnya Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi nomor 21 Tahun 2020 perihal Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa mendorong pemerintah desa untuk berswadaya meningkatkan kapasitas masyarakat desa melalui penyelenggaraan pelatihan mandiri mempergunakan dana desa dengan melibatkan potensi pengajar internal maupun ekseternal baik yang berasal dari Balai Pelatihan (Kementerian), Dinas Kabupaten/Provinsi, PSM Pusat/Daerah, Universitas, Pihak Swasta/LSM maupun tenaga tehnis/pengusaha local.sebagai tenaga pengajar maupun tenaga pendampingan.


4. Berdasarkan PP nomor 43 pasal 128 Tahun 2014, menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat Desa diselenggarakan melalui pendampingan, yang secara teknis dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten/Kota. Sejalan dengan hal tersebut, SKPD seharusnya diperkuat dengan personil organik yang mempunyai kemampuan dalam menggerakkan keswadayaan masyarakat untuk mewujudkan kehadiran negara di seluruh wilayah perdesaan termasuk daerah perbatasan/pinggiran di Indonesia. Personil organik yang memiliki kemampuan dimaksud adalah Jabatan Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat. Dalam hal ini, Jabatan Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat dimaksud merupakan representasi negara dalam membina dan mendampingi proses perubahan dari dalam masyarakat. Ia harus mampu berperan sebagai ujung tombak dalam memberdayakan dan memandirikan masyarakat Desa dengan mendorong munculnya agen-agen perubahan (champions) di Desa dan kawasan perdesaan, hingga masyarakat mampu mengembangkan kreativitas dan inovasi. Jabatan Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat juga harus dapat memfasilitasi, mengkoordinasikan dan mensinergikan program pembangunan di Desa yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik pendamping profesional, KPMD, pihak Pemerintah Desa, berbagai SKPD terkait, dunia usaha, lembaga-lembaga masyarakat, serta lembaga non-Pemerintah lainnya. Oleh karena itu, personil organik tersebut harus diberikan pembekalan pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku (PKS) agar dapat membina dan mengembangkan agen-agen perubahan yang telah diciptakannya.


5. Di sisi lain, sesuai Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, PNS khususnya pejabat fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat juga merupakan pelayan publik yang bertugas memberikan layanan kepada masyarakat yang dalam hal ini berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan wajib memberikan layanan publik yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; yaitu pelayanan yang sesuai asas-asas yang ditentukan, antara lain profesional, partisipatif, non diskriminatif, terbuka, akuntabel.


Dari hal tersebut diatas, dapat dimaklumi bahwa peningkatan jumlah pejabat fungsional PSM ini menjawab akan kebutuhan tenaga pemberdayaan masyarakat desa, namun di sisi lain memiliki potensi negative apabila tidak disertai dengan peningkatan kapasitas/kompetensi dari PSM itu sendiri. Peningkatan kompetensi PSM ini sangat diperlukan untuk terlaksananya penyelenggaraan pelayanan yang prima terhadap masyarakat khususnya masyarakat desa. Mengingat untuk meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat desa diperlukan adanya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia (masyarakat desa) dengan tujuan agar masyarakat desa dapat berdaya dan mandiri mampu mengelola dan mempergunakan segenap potensi yang ada di desa secara bijaksana dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.


Membahas masalah peningkatan kapasitas sumberdaya manusia tenaga pelatihan Penggerak Swadaya Masyarakat dalam kegiatan pelatihan tidak dapat dilepaskan dari Standar Proses Pelatihan. Standar Proses Pelatihan berdasarkan Keputusan Kepala Balilatfo Kementerian Desa PDTT nomor 329 Tahun 2019 dimulai dengan kegiatan :


a.     Identifikasi Kebutuhan Pelatihan

b.     Perancangan Program Pelatihan

c.     Pengembangan Materi Pelatihan

d.     Penyelenggaraan Pelatihan

e.     Pemantauan dan Evaluasi Pelatihan

f.      Pengembangan Hasil Pelatihan


Berdasarkan standar proses tersebut, minimal untuk peningkatan kapasitas / kompetensi pejabat fungsional PSM baik dalam bentuk diklat maupun bimtek, diupayakan mengandung materi pembelajaran sebagai berikut :


a.   Identifikasi Kebutuhan Pelatihan atau Identifikasi Kebutuhan Materi Pembelajaran Pelatihan

b.   Penyusunan Kurikulum Silabus Pelatihan

c.   Penyusunan Materi Pembelajaran (Power point & Video Pembelajaran)

d.   Ice Breaking Dan Team Teaching Pelatihan (Online & Offline)

e.   Pemantauan Dan Evaluasi (Evaluasi Reaksi, Evaluasi Pembelajaran Pelatihan & Evaluasi Pasca Pelatihan) Baik

Secara Offline Maupun Secara Online


Selain itu, untuk mendukung menyiapkan kemampuan sumberdaya manusia pejabat fungsional PSM guna memberikan pelayanan Pelatihan Mandiri kepada masyarakat perlu adanya dukungan terkait :


  1. Penguasaan modul & materi pembelajaran khususnya modul pelatihan inti dan modul pelatihan yang mendukung SDGs Desa. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan bedah modul dan materi pembelajaran yang bertujuan selain untuk meningkatkan pemahaman calon pengajar/PSM, menambah pengetahuan perihal cara penyampaian materi, juga untuk meningkatkan kesamaan pemahaman terhadap materi pembelajaran di modul tersebut.
  2. Peningkatan kapasitas PSM guna memperoleh sertifikasi kompetensi pelatihan dan pendampingan pada masyarakat desa

 

Auditor : Riska Yolanda, Dina Maretta Sutan